JASICA membagi sektor-sektor itu ke
dalam tiga bagian. Pertama, industri primer (ekstratif) yang dihuni oleh sektor
pertanian dan pertambangan.
Kedua, Industri yang sifatnya
sekunder, yakni industri pengolahan atau manufaktur yang meliputi sektor
industri dasar dan kimia, sektor aneka industri, serta sektor industri barang
konsumsi.
Ketiga, industri jasa non-manufaktur
masuk kelompok ini yakni, sektor properti dan real estat, sektor transportasi
dan infrastruktur, sektor keuangan, serta sektor perdagangan, jasa dan
investasi.
Sembilan sektor tersebut masih
dipecah lagi menjadi beberapa subsektor yang leboh spesifik. Misalnya, sektor
pertambangan batu bara, pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan logam
dan mineral lainnya, serta pertambangan batu-batuan.
Asal tahu saja, BEI baru membagi
sektor-sektor emiten yang nongkrong dibursa sejak januari 1996. Saat menyusun
pembagian sektor-sektor itu, menurut Poltak Hortadero, Kepalla Divisi Riset PT
Bursa Efek Indonesia, BEI sengaja menyamakannya dengan pembagian sektor
industri oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Sehingga, bursa bisa menjadi potret
dinamika perekonomian bangsa, kata Poltak.
Dari kacamata investor, Research
Analyst PT Infovesta Utama Edbert Suryajaya menilai, dengan ada pembagian
sektor-sektor itu, investor bisa memilih saham-saham yang ada di BEI dengan
lebih mudah. Kegunaan lainnya adalah untuk analisis. Salah satu cara memilih
saham adalah dengan mencermati kinerja atau fundamental keuangan perusahaan
tersebut dan kemudian membandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Agar
lebih akurat, Calon investor harus membandingkan kinerja suatu emiten dan
valuasi harga sahamnya dengan emiten lain yang bergerak di sektor atau
subsektor yang sama. Misalnya, membandingkan kinerja PT Semen Gresik (SMGR)
dari sektor industri dasar dengan kinerja Kalbe Farma (KLBF) dari sektor barang
konsumen tentu tidak tepat. Yang benar, kita kudu membandingkan kinerja SMGR
dengan kinerja PT Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) yang sama-sama bergerak di
sub sektor semen dalam industri dasar.
Nico Omer Jonckheere, wakil Kepala
Riset Valbury Asia Securities, menambahkan, analisis sektoral juga diperlukan
saat kita melakukan analisa secara top down. Prosesnya, pertama-tama, kita
harus melihat kondisi ekonomi makro terlebih dahulu, seperti tren suku bunga,
pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita, serta pergerakan nilai tukar.
Berbekal data-data tersebut, kita kemudian bisa mencermati kondisi rill
dilapangan, yakni kinerja dan prospek masing-masing sektor industri. Pilih
sektor yang menjanjikan dan terakhir pilih saham yang terbaik di sektor pilihan
tersebut. Kata Nico.
0 komentar:
Posting Komentar