Home » » MAKALA UTS EKONOMI.

MAKALA UTS EKONOMI.

Written By Unknown on Rabu, 24 Oktober 2012 | 23.58



KATA PENGANTAR
Atas kesempatan kali ini, saya akan membawakan makala tentang industry garmen sebagai salah satu kekuatan perekonomian di sector ekkonomi mikro. Usaha garmen ini saya ambil karena menurut saya, banyak pusat-pusat industry berkembang di zaman sekarang, di era mobiltas yang sangat pesat. Saya memilih industry garmen ini, karena saya melihat perkembangan industry ini dalam bidang ekonomi sangatlah ketat. Itu terbukti dari barang-barang import, baik itu busana, sepatu atau lain-lainya, dari makalah ini, saya akan mengevaluasi pemerintah terhadap perbankan dalam sector ekonomi mikro atau dalam ruang lingkup ekonomi kecil. Mengapa sector ekonomi kecil perlu diperhatikan?  Di Indonesia system perekonomian yang dianut adalah capitalisa dan sosialis, yang harus menjadi tinjauan utama adalah sosialis, jika system ekonomi sosialis tidak berjalan dengan baik, maka sector-sektor ekonomi lainya akan terabaikan.selain itu, masyarakat Indonesia yang majemuk, menimbulkan kecenderungan berbeda dalam proses ekonomi,  jadi jika sector ekonomi kecil akan terabaikan, maka kesenjangan social akan semakin parah terbentuk

Demikan kata pengantar ini, untuk selengkapnya, akan saya lampirkan dalam mkalah ini, kiranya makalah ini dapat sangat bermanfaat. Terimkasaih.



Bekasi, 25 oktober 2012
Andrean wilianoto.
penulis


PENDAHULUAN
Pemerintah berada pada posisi yang tepat untuk mengambil prakarsa untuk meningkatkan akses terhadap layanan keuangan di Indonesia pada berbagai bidang. Selain itu, sektor swasta harus melihat potensi pasar sangat besar bagi layanan keuangan  yang belum tersentuh  oleh pasar saat ini. Bersama-sama, dapat dijumpai kesempatan-kesempatan bagi solusi dan kemitraan yang inovatif untuk memanfaatkan segmen pasar yang baru ini.
Dari sudut pandang sektor publik, pertama-tama suatu strategi dan kebijakan keterlibatan sektor keuangan nasional harus ditempatkan untuk memberikan pedoman umum dan berjangka panjang bagi penyusun kebijakan dan pemain pasar. Kedua, pengumpulan data dan analisis secara berkala mengenai akses terhadap keuangan dari sisi permintaan dan sisi penawaran dibutuhkan sebagai  dasar bagi pembuatan kebijakan yang efektif. Ketiga, memperkuat kerangka hukum dan aturan yang ada bagi berbagai lembaga keuangan resmi akan menjadi suatu langkah yang penting dalam meningkatkan akses terhadap keuangan. Bagi setiap pemberi layanan keuangan utama, terdapat aspek-aspek kerangka peraturan yang dapat direformasi demi peningkatan akses terhadap keuangan tanpa melanggar prinsip kehati-hatian. Di titik ini, Indonesia dapat mencermati contoh-contoh yang berasal dari negara-negara berkembang lainnya untuk mendapat ide-ide yang telah berhasil dilaksanakan di tempat lain.
Sebagai contoh, pemerintah dapat memperluas kerangka peraturan bagi pemberi layanan untuk menggunakan perbankan lewat ponsel (mobile banking). Saat ini peraturan Bank Indonesia memperkenankan pemberi layanan non-bank untuk menerbitkan uang elektronik hanya untuk kepentingan pembayaran. Rintangan utama adalah persyaratan ijin yang dibutuhkan. Selain itu, peraturan mengenal nasabah (know-your-customer, KYC) dapat disesuaikan untuk memperkenankan agen pihak ketiga untuk mendaftarkan nasabah baru atau memperkenankan aplikasi jarak jauh untuk  rekening bank baru  dalam suatu batasan  tertentu yang relatif rendah. Saat ini, nasabah harus datang ke kantor lembaga keuangan, yang dapat menjadi hambatan bagi mereka yang hidup di daerah yang lebih terpencil di pedesaan.
Indonesia memiliki sejumlah besar koperasi simpan pinjam yang memberikan layanan keuangan kepada rumah tangga berpenghasilan rendah. Dibutuhkan pengawasan koperasi yang memadai untuk memastikan sektor koperasi yang sehat dan memangkas risiko yang dapat dihadapi oleh penabung UMKM dan rumah tangga miskin yang disebabkan oleh kepailitan suatu koperasi. Selain itu, penyesuaian lain terhadap kebijakan dapat memperkenankan suku bunga berbasis pasar yang lebih lentur, kemudahan untuk membuka kantor cabang baru, dan memberikan kriteria yang lebih longgar bagi pelaporan dan pengungkapan.
Pemerintah juga dapat mempertimbangkan revitalisasi rancangan UU keuangan mikro yang akan memperkenankan lembaga keuangan lain (lembaga keuangan mikro non-bank dan non-koperasi) untuk mendapatkan status hukum yang kuat untuk memberikan akses terhadap layanan keuangan, dan membantu daya jangkau mereka di luar daerah operasi tradisional mereka di pulau Jawa dan Bali. Sangatlah penting bahwa UU itu mendorong akses terhadap keuangan berdasarkan praktik terbaik dari pengalaman internasional dan memberikan kerangka peraturan yang kuat dan pengawasan yang optimal mengenai peran yang harus dimainkan oleh pemerintah. Sementara itu, ketetapan bersama yang ditandatangani pada bulan Desember 2009 memberikan kerangka hukum sementara bagi lembaga keuangan mikro non-bank dan non-koperasi untuk memastikan keberlanjutan akses terhadap keuangan hingga UU Keuangan Mikro resmi ditetapkan.
Pemerintah perlu mendorong pengembangan ekonomi mikro di Indonesia karena jika ekonomi mikro bergerak dengan cepat maka aktivitas perekonomian makro akan mengikuti. “Usaha pemerintah mendorong ekonomi mikro akan sia-sia jika tidak diikuti kemampuan para pengusaha menjalankan usahanya,” kata anggota Kadin Provinsi Jateng, Seno Hardiono, di Semarang, Minggu. Menurut Seno, gerak ekonomi mikro tersebut sangat dipengaruhi cara para pengusaha menjalankan bisnisnya, perkembangan bisnis pengusaha, dan seberapa dinamis usaha yang dilakukan pebisnis. Karena itu, katanya, kepiawaian para pengusaha menjalankan usahanya sangat memengaruhi perkembangan ekonomi mikro di Indonesia. Hal ini perlu mendapat perhatian semua pebisnis yang menjalankan usaha.
Di Filipina, pengiriman dana antar individu (person-to-person transfer) diperkenankan lewat perbankan melalui ponsel, sehingga pekerja migran Filipina di luar negeri dapat mengirim uang bernilai jutaan dolar Amerika ke kampung halamannya setiap bulan. Indonesia juga dapat melakukan hal yang sama, jika diperkenankan oleh kerangka peraturan yang berlaku. Dengan demikian, terdapat alasan yang kuat bagi program percontohan yang memperkenankan pengiriman uang seperti demikian, yang dapat dilaksanakan dalam bentuk kemitraan pemerintah-swasta.
Dengan kepemimpinan dari sektor publik untuk memberikan insentif bagi sektor swasta untuk meningkatkan keterlibatan, segmen berukuran besar dari penduduk Indonesia yang belum tersentuh bank dapat secara cepat mencapai sasaran pemerintah dalam  keterlibatan sektor  keuangan.
Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Semarang, Amril Arief mengakui, jika aktivitas ekonomi di tingkat mikro bergerak cepat maka roda perekonomian makro di Indonesia bakal mengikuti.Untuk itu, katanya, ISEI melihat pentingnya pertumbuhan tunas-tunas baru dalam dunia usaha atau sektor riil. Berkembangnya para “entrepreneur” muda itu akan mengisi sektor riil menjadi agar menjadi lebih dinamis. Semakin banyak pengusaha yang sukses, katanya, tentu akan mampu menggerakkan sektor riil lebih cepat karena posisi pengusaha dalam perekonomian mempunyai peran penting sebagai motor penggerak.
Sejak berdiri 52 tahun lalu, kata Amril, ISEI memosisikan diri sebagai organisasi profesi yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia sehingga berkewajiban untuk mengambil peran positif demi kemajuan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. Menurut dia, kemajuan kesejahteraan menjadi “ultimate target” dari kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah. Kebijakan pembangunan yang berhasil dipastikan menghasilkan kesejahteraan. “Dilihat secara mikro, kesejahteraan juga menjadi tujuan dari setiap orang yang berkarya, sedangkan orang yang bekerja dengan sukses pasti akan mencapai kesejahteraan. Untuk itu, ekonomi mikro harus menjadi perhatian bersama,” katanya.
“Dengan kondisi makro ekonomi yang semakin baik maka semakin menjadi kebutuhan mendesak agar di tingkat mikro, perekonomian dapat berjalan lebih baik lagi karena pada tingkat inilah perbaikan ekonomi akan dirasakan oleh rakyat,” kata Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita di Jakarta, Kamis. Dalam sidang Paripurna Khusus DPD dengan agenda keterangan pemerintah tentang kebijakan pembangunan daerah, Ketua DPD menyebutkan pihaknya tidak henti-hentinya mengingatkan pemerintah agar mencari terobosan dalam menangani sektor riil agar bisa menggerakkan perekonomian rakyat secara lebih cepat dan berkesinambungan.
Menurut dia, fluktuasi perkembangan ekonomi global dewasa ini berdampak kurang menguntungkan bagi perekonomian nasional, seperti adanya kenaikan harga minyak internasional, dan gejolak keuangan internasional yang dipicu oleh krisis keuangan di negara-negara maju. “Kami menyadari bahwa menjaga kestabilan moneter dan sehatnya anggaran negara bukanlah pekerjaan ringan dan perlu kepiawaian dalam mengelola ekonomi negara,” katanya. Ia menilai pemerintah telah bekerja sama dengan baik dengan Bank Indonesia (BI) dalam memelihara makro ekonomi Indonesia, sehingga dapat mengatasi gejolak-gejolak ekonomi global. “Ini bukan upaya yang ringan sehingga karenanya layak kita hargai,” katanya.DPD juga menyatakan dukungannya atas kebijakan anggaran pemerintah yang memprioritaskan untuk menanggulangi kemiskinan dan pengangguran serta mengurangi kesenjangan, di samping menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
RUMUSAN MASALAH
Hambatan Hambatan Perempuan penopang Usaha Kecil
Usaha ini diharapkan mampu menopang perekonomian nasional melalui usaha kecil. Keberhasilan usaha mikro, yang biasanya disebut dengan okum informal, yang tetap eksis bahkan berkembang di masa krisis semakin memancarkan daya tarik tersendiri yang memikat berbagai pihak baik itu pemerintah, perbankan, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan lembaga atau institusi lainnya. Kendatipun usaha mikro atau kecil saat ini semakin mengeliat dan mampu bertahan diri ditengah badai krisis, namun berbagai hambatan dan persoalan juga dialami oleh para pelaku usaha, terutama perempuan. Sebagai pelaku  usaha mikro dan kecil, perempuan menghadapi persoalan yang bisa digolongkan dalam 2 hal, yaitu terkait dengan teknis usaha – aspek ekonomi- dan structural –aspek politik-. Dalam persoalan tehnis usaha perempuan menghadapi hambatan yang sama dengan pelaku usaha mikro pada umumnya. Kekurangan modal, terbatasnya jaringan pasar, keterbatasan penguasaan tehnologi yang tepat guna, serta terbatasnya penguasaan keterampilan manajemen dan penguasaan tehnis produksi adalah contoh problem terkait dengan tehnis usaha. Sementara persolan structural yang bersifat politis dihadapi perempuan dari dua sisi yang sama beratnya, pertama adanya beragam peraturan yang  tidak kondusif bagi perempuan untuk pengembangan usaha karena kurang okumic gender, seperti perbankan dan institusi lain dalam memberikan layanan kredit dan program yang menekankan pada kepala keluarga sebagai penerima manfaat. Persoalan srutural lain terkait dengan  ketimpangan relasi antara perempuan dengan suami dan keluarga.
Perempuan sebagai pelaku usaha tetap dihadapkan pada peran dan tanggung jawab utamanya di ranah okumi, padahal pengembangan usaha mau tidak mau berurusan dengan ranah okum.  Banyak fakta menunjukkan output usaha mikro –terutama yang dilakukan perempuan- tidak memberikan hasil dalam bentuk pemupukan modal. Keuntungan usaha habis untuk kebutuhan konsumsi keluarga, biaya kesehatan dan pendidikan anak. Bagian terbesar –bahkan seleuruhnya- hasil usaha habis untuk konsumsi sehari-hari. Meski sebagain pelaku usaha sudah mengikuti berbagai program peningkatan pendapatan dan pengembangan usaha kecil yang difasilitasi pemerintah dan LSM, namun banyak usaha mikro yang dijalankan tidak mengalami perubahan karena mereka mengakses dana program untuk kebutuhan konsumsi keluarga.
Dalam ranah yang lain, tidak masuknya perempuan ke dalam angka okumic juga berakibat pada tidak tampaknya potensi perempuan dalam bidang ekonomi. Hal ini sebetulnya telah diungkapkan oleh hasil penelitian  Ester Boserup tahun 1970-an. Definisi tentang kerja yang bias jender, menjadi penyebab potensi perempuan dalam perekenomian tidak terlihat dalam data okumic. Implikasi yang lebih jauh, pemahaman tentang hambatan yang menghadang perempuan, kelebihan dan kelemahannya tidak dipahami, dan menyebabkan perempuan pengusaha menjadi sumber daya yang tidak tampak, tidak disadari, dan tidak dimanfaatkan.
Sementara dalam reaitasnya dilihat dari hasil okum ADB dan Kantor Menneg Koperasi dan UKM juga menunjukkan, perempuan pengusaha memiliki kekuatan dan potensi yang spesifik, yaitu nyata-nyata lebih berhati-hati dan realistis dibandingkan dengan mitra laki-lakinya. Perempuan sangat mumpuni dalam administrasi dan keuangan, dapat diandalkan dalam pertanggungjawaban pinjaman ke bank, tidak begitu mengalami masalah dalam menghadapi perizinan usaha dan petugas pajak, mudah beradaptasi, dan mampu berkomunikasi dengan baik.
Kenyataan bias jender yang terjadi pada perempuan tersebut justru sebenarnya diperkuat pula oleh okum melalui peraturan perundangan seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menetapkan bahwa laki- laki adalah kepala keluarga dan perempuan sebagai ibu rumah tangga. Dibolehkannya digunakan hukum adat dalam pembagian hak waris seperti diatur dalam undang-undang yang sama sering merugikan perempuan, antara lain perempuan tidak memiliki kolateral ketika mencari pinjaman.
STUDI KASUS MASALAH
Berikut ini, hasil wawancara saya dengan seorang pelaku ekonomi mikro di bidang garmen, yang terletak di wilayah bekasi uatara. Sebelum wawancara saya lampirkan, ibu pengusaha garmen tersebut berkenan untuk menceritakan sejarah dan latar belakang usaha garmen tersebut , semoga testimoni yang ibu tersebut saya sampaikan dalam makala ini tidak hanya sebagai prioritas tugas Ujian saja, tapi makna dari testimoni ibu ini sampaikan bisa juga menjadi bahan pelajaran buat kita para pembaca. Langsung saja mari kita simak.



Hari senin tanggal 22 oktober 2012, saya berniat untuk menggali potensi ilmu  bisnis dan system perekonomian dari pengusaha garmen yang lumayan besar di bilangan bekasi utara. Saat saya berkunjung untuk mencari data yang konkret dan jelas sebagai kerangka makala ujian saya ini,saya di sambut oleh salah satu pegawai di industry garmen tersebut.
Saya ; selamat siang bu, maaf mengganggu, bisa saya minta waktunya sebentar? Begini, maksud saya dating ketempat ini ,ingin bertemu dengan pemilik garmen ini? Ada sesuatu yang saya ingin tanyakan secara langsung bagaimana industry ini bisa tetap berjalan.
Karyawan ; ohh begitu mas, baik mari ,silakan masuk, tunggu sebentar ya, kalo di lihat- lihat mas ini  mahsiswa Kalbis ya?
Saya; ( dengan mimik muka  yang tersanjung ) wah, iya bu, koq tau bu? Berarti kalbis sudah mulai terkenal dong yah?
Karyawan : saya ,masih 28 koq mas, ga setua ibu-ibu. Emang saya ibu-ibu PKK? Ya tau,lah wong itu ada ID card dan tulisan di jas almamater mas koq.
Saya ; ( dengan lesu ) owh gtu, saya kira mba tau kalbis, soalanya pas Ospek ada dhera idol sama juara panco lho mba, keren kan. Hehehe. (lalu apa hubungannya dari makala ini?)
Karyawan ; trus saya haru ngejahit sambil bilang W.O.W gitu? Hahaha, si mas bisa aja, saya masih ada kan jiwa mudanya, lha kita kna Cuma beda 10 tahun / 8 tahun mas. Sebentar saya panggilkan ibu dulu ya mas.
Saya ; (dalam hati saya, trus gw harus wawancara sambil triak WOW gtu?)  ohh, iya mba. Lebih cepat ,lebih baik mba. Ahaha. Bercanda koq ,mba.
Singkat cerita dari perbincangan kami di atas,yang sebenarnya hanya pepesan kosong dan tidak ada informasi yang saya dapat, mugkin Cuma umur si mba karyawati itu yang saya dapat. Haha. Tapi perbincangan diaatas hanya pembuka diskusi saja agar tidak bosan. Karena perbincangan saya dengan pemilik garmen tersebut, akan terkesan membosankan dan menegangkan..
20 menit saya menunggu, ibu pemilik garmen tersebut telah muncul ketika saya baru menunggu 10 menit, lalu langsung saja saya utarakan maksud saya mengganggu beliau dan maksud kedatangan saya ke pabriknya tersebut.
Saya; selamat siang bu, boleh minta waktunya se,,,,,,,,,,,, (belum selesai saya menjawab, ibu itu sudah memotong perkataan saya.
Ibu pemilik garmen ;iya mas, silakan duduk, saya sudah tau maksud kedatangan anda. Kesini dan mengapa anda kesini.
Saya; (wow, gile, ciiiee banget ni ibu, kaya dukun, bisa tau maksud saya)
Ibu pemilik garmen : ehh, sebentar mas, saya tau apa yang mas pikirkan, saya bukan dukun, saya sudah mendengar semua tadi dari pegawai saya…
Saya ; owh begitu, saya pikir. Iya, bu,, jadi saya ini kemari ingin mengetahui proses perindustrian yang ibu jalan kan sekarang ini..
Ibu pemilik garmen : ok lah kalo begitu mas-mas wartawan dari kalbis, hehehe. Santai saja dengan saya koq, jangan tegang wawancara saya, sebenarnya, saya juga baru pertama ini di wawancara mas. Haha. Saya mulai dari perkenalan dan sejarah garmen ini ya. Jadi nama saya ibu hartati. Umur saya yaaa,, bisa dibilang masih muda koq, kepala 5, masih di bawah 5 tahun kan. Hahaha, tapi ekornya itu yang besar di umur saya. Hahaha. Udah, si mas malah ketawa-tawa aja, saya kan jadi malu mas. Hehehe. Jadi, awal usaha ini, milik Alm. Suami saya,, usa,,,,,,
Saya ; (langsung saya potong ) jadi suami ibu sudah meninggal?
Ibu hartati ; iya mas, 3 tahun lalau, awalnya saya dan suami itu,,,,
Saya ; (saya potong lagi ) menikah dengan suami ibu?
Ibu hartati ; masn yang diwawancara sapa si? Narasumbernya sapa si? Mending sini kertasnya, saya yang wawancara mas, dari pade kite berantem di sini… hahahaha. Saya itu galak lho mas, belum tau si kalo saya marah. Saya marah, fakir miskin pada dateng kesini. Petugas PLN, Telkom pade kesini…
Saya ; woooohhh, ngapain tuh bu?
Ibu hartati ; minta sedekah sama ngechek tagihan listrik ma telvon lah, masa brantem sama saya. Hahaha. Udah serius mas, nanti ga selesai kerjaan si mas.
Saya ; ohh iya bu, silakan.
Ibu hartati ; jadi, usaha saya ini berwal dari toko kelontong jahit kecil mas, di pasar deket proyek bekasih. Dulu saya dan suami saya, setelah krisis waktu tahun 1998, bank-bank di sini lagi krisis-krisisnya. Saya bingung mau buka usaha apa, buat makan kita dan anak-anak. Dulu anak saya masih kecil, ga kepikiran dah tuh buat sekolahin anak, lah umur nya masih 3 tahun . hehehe. Yang ada dikantong saya sama suami saya Cuma uang 500 ribu mas. Bayangin aja, saya sempet berfikiran untuk pulang kampong ke parung. Hahaha. masih disini-sini juga si. Akirnya, satu-satunya harta saya waktu itu Cuma vespa piagio dan surat rumah, suami saya memang gila, bertaruh dengan nasib dan peluang, akirnya harta saya saya cairkan dan surat rumah saya gadaikan sebagai bukti peminjamaan uang di salah satu saudagar teman Alm.suami saya. Hasil uangnya, saya sewa took kecil di sekitar proyek bekasi. Saya sampai mau nangis kalau inget tahun dulu. Orderan sepi, karena dulu masa-masanya krisis dan bangkit lagi. Saya dan suami saya hampir putus asa dan hampir berkemas-kemas barang untuk pulang ke kampung suami saya. Tapi saya percaya mas, kalau harapan masih ada dan roda perekonomian tetap berputar. Saya nekat utang sana, utang sini Cuma buat nutupin utang dan buat makan. Tapi puji syukur mas, ada suatu order besar dari took busana, karena pada waktu 1990 keatas, Indonesia mulai bangkit dan pertokoan juga sudah mulai memberanikan diri untuk menjalankan usahanya, ini order besar pertama saya, sebuah took busana milik orang china, minta saya ngejahit 12 lusin baju. Berbagai model memang. Tapi masalahnya, saya Cuma punya 3 mesin jahit, dan 3 orang yaitu saya, suami dan adik  ipar saya yang menjadi tenaga kerja. Alm.suami sayapun menyanggupi permintaan tersebut, akhirnya kami mulai utang sana sini lagi dan mencari tenaga kerja tambahan, kira-kira 10 mesin jahit yang beroprasi pada waktu itu, alhamdulilah, pekerjaan itu bisa kami selesaikan. Kebelakangnya, kami mendapat order besar juga, dan keuntungan kami bisa menutupi hutang dan pada tahun 2006, kami bisa membeli sebuah lokasi ini untuk mengembangkan tempat usaha ini. Dan dapat berkembang sampai seperti ini. Saat tahun 2009 , suami saya sakit parah dan harus pergi mendahului saya, akirnya saya menjalankan usaha ini sendiri bersama 300 karyawan saya. Adik ipar saya lebih memilih berbisnis membuka took busana, ya seperti timbal balik lah, kadang saya dan adik ipar saya saling bekerja sama. Jadi begitu mas ceritanya.
Saya ; begitu ya, pada saat itu, apa peranan perbankan dan pemerintah terhadap usaha menengah seperti ibu ini ?
Ibu hartati ; kalo menurut saya, bank pada saat itu hanya berperan sebagai kreditor, karenan saya merasakan peran bank sangat kental sekali dalam usaha saya ini. Sedangkan pemerintah, saat itu hanya berperan untuk menciptaan kestabilan ekonomi Indonesia setelah krisis.
Saya ;kalau saat ini apa peran bank dan pemerintah terhadap usaha menengah seperti ibu?
Ibu hartati : bank sangat sentral yah, bagi saya, bank itu salah satu bentuk invetasi saya nanti, kalau pemerintah, ya mngkin ada lah, berbagai kebijkan yang melindungi usaha menengah dari serbuan barang-barang impor yang harganya sangat bersaing.
Saya : jadi kesimpulan dan pesan yang akan ibu sampaikan untuk kami dan para pembaca apa?
Ibu hartati ; saya berawal dari keluarga yang ekonominya kurang, tapi ayah saya selalu meninggikan nilai-nilai social, memang salah jika kita menjadi penghutang, karena itu jang sampai kita menjadi hobi hutang. Dan satu lagi yaitu percaya, selama perekonomian masih selalu beerputar, pasti akan sengat banyak peluang yang  akan kita peroleh nantinya. Kalian dan kamu mas, calon penggerak keuangan dan roda perekonomian Indonesia mendatang, pastikan kalian-kalian harus bisa dan benar-benar mengerti untuk menggerakan roda perekonomian nanti, dan jangan pernah nebcoba jadi koruptor.
Saya : ok bu. Pasti saya ingat dan akan saya sampaikan melalui tulisan saya ini nanti semua pesan-pesan ibu. Terima kasih ya bu atas waktunya, menyenangkan sekali bisa mewawancarai ibu, saya banyak mendapat pengalaman baru dan berharga, sekali lagi terima kasih ya bu..
Ibu hartati ; oiyah mas, sama-sama. Saya juga bangga masih ada yang peduli dengan usaha-usaha kecil. Harapan saya , bisa semakin maju juga usaha-usaha kecil. Salam ya mas untuk teman-teman di kalbis. Terima kasih.

Demikian wawancara saya dengan ibu hartati, memang saat-saat seperti ini banyak usaha kelas menengah yang kurang diperhatikan oleh pemerintah, khususnya UKM swasta. Harapan kami juga pemerintah bisa semakin peduli, karena UKM  pun memiliki potensi dan andil besar dalam pembangunan Negara.

ANALISIS
Pemerintah juga dapat mempertimbangkan revitalisasi rancangan UU keuangan mikro yang akan memperkenankan lembaga keuangan lain (lembaga keuangan mikro non-bank dan non-koperasi) untuk mendapatkan status hukum yang kuat untuk memberikan akses terhadap layanan keuangan, dan membantu daya jangkau mereka di luar daerah operasi tradisional mereka di pulau Jawa dan Bali. Sangatlah penting bahwa UU itu mendorong akses terhadap keuangan berdasarkan praktik terbaik dari pengalaman internasional dan memberikan kerangka peraturan yang kuat dan pengawasan yang optimal mengenai peran yang harus dimainkan oleh pemerintah. Sementara itu, ketetapan bersama yang ditandatangani pada bulan Desember 2009 memberikan kerangka hukum sementara bagi lembaga keuangan mikro non-bank dan non-koperasi untuk memastikan keberlanjutan akses terhadap keuangan hingga UU Keuangan Mikro resmi ditetapkan.
Sektor swasta dan pemerintah harus bekerja sama dalam memaksimalkan penggunaan teknologi baru untuk menawarkan solusi-solusi inovatif untuk meningkatkan akses terhadap keuangan. Sebagai contoh, Indonesia telah maju dengan cepat dalam pengembangan layanan perbankan lewat ponsel. Tetapi Indonesia dapat melangkah lebih maju dengan memanfaatkan potensi pemberi layanan telekomunikasi untuk menjangkau kaum miskin yangbelumtersentuh bank di daerah-daerah pedesaan . Akan tetapi, peraturan yang sekarang berlaku membatasi para pemberi layanan tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin: tidak ada fasilitas layanan penarikan uang maupun pengiriman uang antar individu. Pada bagian ini, Bank Indonesia menjadi penentu dalam mereformasi peraturan untuk memberdayakan pemberi layanan uang elektronik non-bank dan memperkenankan bank-bank dan non-bank untuk memberikan layanan yang lebih luas melalui solusi perbankan lewat ponsel yang berbiaya rendah.
Tulisan ini akan lebih memfokuskan mengenai betapa pentingnya stabilitas sistem keuangan dan strategi pencapaiannya. Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
Peran bank sentral sebagai otoritas moneter
Peran bank sentral dalam perekonomian suatu negara sangat penting. Bank sentral adalah mitra utama pemerintah dalam menggerakkan berbagai kegiatan ekonomi melalui kebijakan suku bunga dengan statusnya sebagai otoritas moneter. Sebagai otoritas moneter, bank sentral memiliki tujuan, tugas, maupun wewenang yang tidak dimiliki lembaga ekonomi lainnya.
Sebelum membahas mengenai beberapa hal terkait otoritas moneter yang dimiliki oleh Bank Indonesia, maka perlu diketahui terlebih dahulu mengenai definisi dari kebijakan moneter dan otoritas moneter itu sendiri. Dalam ”kamus hukum ekonomi” yang disusun oleh A. F. Elly Erawaty dan J. S. Badudu dikatakan bahwa kebijakan moneter (monetary policy) adalah tindakan bank sentral selaku pemegang otoritas moneter dalam menjaga keseimbangan moneter negara.
Sedangkan otoritas moneter adalah suatu entitas yang memiliki wewenang untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar pada suatu negara dan memiliki hak untuk menetapkan suku bunga dan parameter lainnya yang menentukan biaya dan persediaan uang. Umumnya otoritas moneter adalah bank sentral, meskipun kadang kala lembaga eksekutif pemerintah mempunyai hak tertinggi untuk menetapkan kebijakan moneter dengan cara mengendalikan bank sentral. Ada berbagai jenis otoritas moneter lainnya, seperti dibentuknya satu bank sentral untuk beberapa negara, terdapatnya suatu dewan yang mengkontrol jumlah uang yang beredar terhadap mata uang lain, dan juga diperbolehkannya beberapa entitas untuk mencetak uang kertas ataupun uang logam.
Agus Santoso dan Anton Purba mengatakan dalam tulisannya yang berjudul “Kedudukan Bank Indonesia dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen Keempat) dan Usulan Komisi Konstitusi dalam Konsep Amandemen Kelima UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945” bahwa kewenangan otoritas moneter yang dimiliki Bank Indonesia merupakan hasil dari sharing of executive power kekuasaan Pemerintah di bidang ekonomi. Sharing of executive power ini dimaksudkan untuk menghindarkan Bank Indonesia dari posisi yang dapat menimbulkan conflict of interest, yaitu antara “agen program Pemerintah” dan “pengelola kebijakan moneter”. Kedua fungsi tersebut memang tidak dapat dilakukan oleh satu lembaga, karena kedua fungsi tersebut memiliki tujuan yang berbeda. Disatu sisi, Pemerintah memiliki tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi berdasarkan kebijakan fiskal dan dilain pihak Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mendukung kestabilan ekonomi melalui kebijakan moneternya. Dengan demikian, pembagian kekuasaan (sharing of executive power) ini pada dasarnya dimaksudkan untuk mendukung terciptanya demokratisasi dalam pengelolaan (ekonomi) Negara.
Dalam konsep sharing of executive power ini, maka Pemerintah memegang otoritas fiskal (dan sektor riil), sedangkan Bank Indonesia sebagai lembaga Negara yang memliki fungsi khusus, yaitu sebagai otoritas di bidang moneter, perbankan, dan system pembayaran, dengan tujuan menkonstruksikan pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat yang tercermin dari terjaganya kestabilan rupiah. fungsi ini diyakini tidak dapat berjalan dengan baik apabila tercampur dengan ragam fungsi departemental pemerintahan yang sarat dengan tarik menarik kepentingan politik dan seringkali berubah karena mengandung faktor subyektifitas yang tinggi.
Dengan demikian, maka dengan adanya sharing of executive power ini, kekuasaan Pemerintah dalam kebijakan ekonomi tidak terkonsentrasi. Hal ini juga secara tegas tercantum dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang mengatur bahwa kekuasaan Presiden selaku Kepala Pemerintahan “tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang”.
Namun, sebagai organ of state Bank Indonesia dalam beberapa hal harus tetap berkoordinasi dengan Pemerintah. Dengan kata lain, hubungan ini dapat digambarkan sebagai fungsi pengelolaan moneter yang tidak berada di bawah pengelolaan kebijakan fiskal, tetapi yang terpisah, namun tetap bekerjasama dengan pengelola fiskal untuk memperoleh manfaat yang semaksimal mungkin dalam pembangunan ekonomi nasional.
SOLUSI
Pemerintah didorong menciptakan kerangka perundang-undangan terkait yang memungkinkan para pemain di industri keuangan mikro dapat menawarkan produk yang aman, mudah diakses, dan dapat membantu masyarakat membangun asetnya.
Founder Grameen Bank Prof. Muhammad Yunus mengatakan Indonesia sebagai negara berkembang dapat mengembangkan sistem keuangan untuk semua (financial
inclusion) melalui lembaga-lembaga penyalur pembiayaan seperti perbankan.

Akan tetapi, lanjutnya, perlu peranan pemerintah untuk menciptakan kerangka perundang-undangan yang dapat menjamin keberlanjutan financial inclusion.

"Supaya orang tidak hanya bergantung pada sistem perbankan konvensional," katanya.

Dia menyebutkan salah satu poin penting dalam pengembangan financial inclusion adalah menekankan konsep bahwa bisnis yang dilakukan bukan untuk semata menghasilkan uang melainkan untuk membantu hal-hal bersifat sosial.

"Inilah konsep yang kami tanamkan di Grameen Bank. Ide kami tentang pembiayaan mikro bukan hanya soal uang. Tujuan utama kami melalui pembiayaan mikro adalah membantu orang-orang miskin agar dapat menaikkan taraf hidupnya dengan bantuan berupa pinjaman, bukan gratis," katanya.

Salah satu ciri khas Grameen Bank sebagai penyalur pembiayaan untuk segmen mikro di Bangladesh yaitu sebagian besar sahamnya yaitu 97% dimiliki oleh peminjam dan bukan pemerintah.

Larry Reed, Direktur Global Micro Credit Summit Campaign, menekankan pentingnya memastikan para penyalur pembiayaan mikro memberikan produk yang aman, mudah diakses, dan membantu nasabah membangun asetnya. "Dan itu memerlukan kerangka peraturan," katanya.

Menurut dia, salah satu syarat utama dalam penerapan financial inclusion adalah menghindari instrumen finansial yang dapat memerangkap orang dalam utang.

Oleh karena itu, lanjutnya, lembaga penyalur kredit untuk segmen mikro harus mengenali nasabahnya sehingga dapat menyediakan jenis jasa yang dapat membuat kehidupan nasabah lebih baik.

"Bank atau lembaga penyalur pembiayaan harus memahami apa yang berlangsung di kehidupan nasabahnya agar dapat menciptakan produk yang cocok untuk nasabah itu," ujarnya.

Secara lebih lanjut, Larry menyorot penggunaan teknologi dan agen perbankan guna menekan biaya-biaya operasional.

"Tantangan bagi pemerintah, skema financial inclusion harus dapat inkorporasikan penggunaan teknologi untuk mengurangi biaya jasa dan layanan apalagi untuk sektor keuangan yang marginnya tidak setinggi kredit. (Bsi)

Foto-foto data dari makalah diatas
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar